■ Tuban Barometer
Gema salawat nariyah yang dilantunkan ratusan santri di bawah atap aula Ponpes Langitan Tuban, Sabtu (08/10/2016) saat jarum jam menunjuk pukul dua siang, menjadi salah satu ikhtiar agar ketujuh santri yang menjadi korban Bengawan Solo segera ditemukan jasadnya, untuk dipulangkan kepada keluarganya masing-masing.
srripari.com, TUBAN-Sementara dalam waktu hampir besamaan ribuan santri tingkat aliyah dan para keluarga, santri serta alumni (kesan) Ponpes Langitan ditugaskan mencari di tepi-tepi Bengawan Solo. Sedangkan pada bagian lain seluruh unsur Basarnas, BPBD Tuban dan Lanongan, Polres Tuban dan Lamongan beserta relawan juga warga, sudah melakukan penyisiran paska tragedi terbaliknya perahu yang membawa 25 santri, Jumat (07/10/2016) pagi. Tujuh santri yang diduga terseret arus Bengawan Solo itu hingga sekarang belum ditemukan.
Sejumlah santri, menuturkan gelaran salawat nariyah tersebut sudah mulai dilaksanakan, Jumat (07/10/2016) malam, di tempat yang sama. Sedangkan pada 09.00 wib tadi pagi, seluruh santri tingkat tsanawi juga melakukan amalan serupa.
"Selain para santri, para musawarin dan keluarga santri yang datang ke Langitan diimbau juga melakukan amalan salawat nariyah dengan bilangan yang tidak dittentukan. Sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing," kata santri yang mengaku asal luar pulau ini.
Hampir seluruh santri di pesantren yang kini dihuni lebih dari 4.000 santri dari berbagai kota di Indonesia dan negara-negara Asean seperti Malaysia, Kamboja serta lainnya mengamini salawat nariyah merupakan salah satu salawat yang sangat populer di kalangan masyarakat muslim.
"Banyak yang meyakini manfaat salawat nariyah mampu meringankan masalah, memecahkan kesulitan serta mudah tercapainya apa yang diharapkan," tegas sejumlah santri.
Kemelut Jumat Kliwon Bantaran Bengawan Solo
Seperti diberitakan sebelumnya, tujuh santri Ponpes Langitan terseret arus Bengawan Solo yang tengah banjir setelah perahu yang ditumpangi bersama 18 santri lainnya terbalik, Jumat (07/10/3016) sekitar pukul 09.00 wib, setelah pulang dari Pasar Babat. Karena setiap hari Jumat merupakan hari libur sebagaimana lazimnya pesantren berbasis salaf lainnya.
Satu perahu berukuran kecil ditumpangi 25 santri. Di tengah perjalanan pulang dari pasar, perahu kelebihan beban di bagian depan dan terbalik. Sebanyak 18 berhasil diselamatkan warga sedang ketujuh santrinya diduga hilang karena terseret arus Bengawan Solo.
Tragedi bagaiakan sebuah ironi. Perahu hanya berjarak tiga dari bantaran tempat mereka mendarat sebelum terbalik dan tenggelam ke dasar Bengawan Solo. Pemegang kemudi alias tukang tambang peahu bermesin jenset nahas itu adalah Markat (61) warga Dusun Slawe, Desa Ngadirejo, Kecamatan Widang.
"Perahu biasanya memuat 45 penumpang termasuk motor dan barang lainnya," jelas Markat saat menjawab perahu yang ditumpangi 25 santri tersebut over kapasitas, saat ditemui di Mapolsek Babat. []
M ZAINUDDIN, EKO SETYONO