» Website: https://www.sripari.com » Email: redaksi.sripari@gmail.com » Alamat: Redaksi Tuban: Jalan Raya Logawe nomor 359 Rengel 62371, CP/WA: 082231041229. Redaksi Surabaya: Jalan Kebonsari Raya nomor 26,CP/WA: 082333695757. » Telepon: .

■ Noktah

Kopi dan Tempe Goreng : Aroma Rindu yang Menguatkan
21 April 2017 | Noktah | Dibaca 2727 kali
ZUHANA ANIBUDDIN ZUHRO: Ibu rumah tangga yang mencari tambahan dengan menulis. Foto: DOKUMENTASI PRIBADI
Setiap orang pasti mempunyai kenangan yang istimewa dalam kehidupannya. Dan setiap orang juga punya cara sendiri untuk memanggil kenangannya. Biarkan kerinduan akan kenangan itu pulang pada tempatnya. Biarkan aroma-aroma itu mengantarkan dan menuntaskan rindu-rindu yang menggelora.

catatan ZUHANA ANIBUDDIN ZUHRO

Ketika berada jauh dari orang tua, mau tak mau kita harus punya cara untuk mengatasi rindu yang kadangkala muncul dengan kuatnya. Belum lagi bila pada saat-saat tertentu itu mengingatkan kita pada sebuah kenangan manis di masa silam. Ah, betapa menyiksanya sebuah rindu bila kita tak bisa menuntaskannya dengan indah.

Mulai tahun 2004 sampai saat ini, saya merantau ke sebuah kota kecil yang letaknya hampir di ujung timur pulau Jawa. Ya, saya berkuiah di kota Jember, hingga kemudian menikah dan memilih untuk tinggal di Jember. Jarak antara Jember dan kota kelahiran saya (Tuban) sangatlah jauh. Apabila ditempuh menggunakan bis, bisa memakan waktu antara 8-10 jam. Hal tersebut membuat saya jarang pulang, belum lagi ditambah dengan faktor x (baca:mabok darat) membuat kepulangan saya sangat jarang.

Setahun hanya sekali, itupun bertepatan dengan libur lebaran. Pada libur lebaran biasanya saya hanya pulang selama seminggu, setelah itu kembali lagi dengan aktifitas di Jember. Bisa dibayangkan betapa sedikitnya kebersamaan saya dan orang tua. Setiap kali kerinduan itu datang, saya akan cepat-cepat menuntaskannya. Salah satu cara sederhananya adalah menghirup aroma kenangan yang pernah terlintas di indera penciuman ini. Ya, hanya ada dua aroma yang bisa benar-benar mengobati kerinduan ini. Aroma kopi dan tempe goreng.

Bob, Kopi Pahit dan Pelajaran Bertahan Hidup

Aroma kopi selalu mengingatkan sosok lelaki berambut gondrong, yang selalu menguatkanku dengan prinsip-prinsip hidupnya. Lelaki yang usianya semakin merambat namun masih terlihat begitu muda di mataku. Saya biasa memanggilnya Bob. Ya, dia adalah Bapakku. Ada banyak filosofi kehidupan yang bisa diambil dari secangkir kopi pahit yang diteguknya. Semua itu memantikkan kerinduan-kerinduan tersendiri ketika jauh darinya. Rindu dongengnya, rindu canda tawanya, dan rindu pula menyecap secangkir kopi pahit miliknya.

Suatu ketika, saya pernah bertanya padanya. Bob, kenapa suka kopi pahit? Bukankah rasanya gak enak? Kemudian Bob menjawab, "Nak, kopi itu rasanya memang pahit. Kamu harus merasakan segala sesuatu yang pahit dulu untuk naik tingkat ke rasa yang lebih manis. Biasakanlah minum kopi pahit, agar kau tak kaget.."  Sewaktu itu aku masih sangatlah kecil, belum mengerti pada makna jawaban Bob. Dan sejak saat itu, akupun mulai minum kopi pahit.

Setelah remaja, saya baru bisa memahami atas jawaban yang Bob berikan dulu. Sebenarnya sangat sederhana, membiasakan minum kopi pahit berarti membiasakan diri untuk menghadapi masa-masa sulit. Pernah suatu ketika, keadaan ekonomi kami sedang sekarat. Kami tak mempunyai cukup uang untuk membeli gula.
Kemudian Bob berkata, "Syukurlah anak-anakku telah terbiasa minum kopi pahit sedari kecil. Jadi bila mereka sedang dalam keadaan seperti ini tidak akan kaget."

Subhanallah, aku benar-benar terharu waktu itu. Ya, pemahaman tentang bertahan hidup dalam kondisi sesulit apapun telah dianjarkannya semenjak kami kecil. Karena tak dapat kita pungkiri, roda nasib kadang tak searah dengan harapan yang kita inginkan.
Pelajaran berharga itu terbawa sampai saya berumah tangga sendiri. Gula ibaratnya adalah sebuah simbol, pada kenyataannya itu bisa diartikan segala macam. Dan disadari atau tidak, kita pasti pernah mengalami saat-saat kekurangan.

Di sanalah teori dari Bob menguatkan saya untuk bertahan. Karena pada dasarnya, hidup adalah tentang bagaimana kita bertahan dan menikmatinya. Setiap kali saya meneguk ataupun membuatkan kopi suami, ingatan saya pasti akan selalu terbawa pada pelajaran berharga ini. Begitu pula ketika kerinduan pada Bob mulai menyiksa, aroma kopi inilah penawarnya. Aroma kopi ini jugalah yang mampu menguatkan saat saya mulai gelisah, takut dan merasa sendirian.

Ibu, Tempe Goreng dan Pelajaran Keadilan

Ibu saya adalah seorang yang cerewet. Tapi tak dapat dipungkiri kadangkala ada saat-saat khusus dimana saya begitu merindukannya. Satu hal yang paling saya ingat adalah dulu semasa saya kecil beliau suka sekali menggoreng tempe diiris tipis-tipis. Tanpa terigu, hanya dibumbui dengan rendaman air garam dan bawang putih.

Hidangan itu terasa begitu spesial bagi santapan kami sekeluarga. Tempe goreng yang renyah dan gurih dan hampir seperti kerupuk itu selalu menghiasi meja makan kami. Aroma bawang dan kedelai langsung khas ketika digoreng. Dari kejauhan pun saya sudah bisa memastikan bahwa itu adalah aroma tempe yang digoreng Ibu. Ah, menuliskan ini membuat kenangan masa kecil saya meloncat-loncat.

Semasa kecil, saya suka sekali bertanya tentang apapun. Tempe goreng tipis yang menjadi menu andalan keluarga kami pun tak luput saya tanyakan. Kenapa kok ngirisnya harus tipis-tipis Bu? Kemudian Ibu menjawab,

"Supaya kamu bisa menikmatinya dengan adil Nak. Ketika di rumahmu ada banyak orang dan kau hanya punya uang untuk membeli sepotong tempe, kau hanya perlu mengirisnya tipis-tipis dan merendamnya dalam air garam dan bawang. Semuanya pasti akan merasakannya sama rata. Kau harus pandai-pandai membaginya. Semuanya harus adil dan merasakan tempe hasil gorenganmu."

Secara tidak langsung Ibu telah mengajarkan saya sebuah ilmu yang sangat menakjubkan. Tentang bagaimana saya harus berbagi dengan adil dan sama rata. Dan yang paling menakjubkan, beliau mencontohkannya dengan hal-hal yang sangat sederhana. Saya pun sampai saat ini menerapkannya dalam kehidupan keluarga kecil kami. Bahkan, menu favorit suami adalah tempe goreng yang diiris tipis-tipis,hehehe.

Aroma kenangan dan pelajaran tentang keadilan dari Ibu itu akan menyeruak dengan paksa ketika saya menggoreng tempe di dapur. Semuanya berloncatan tanpa bisa saya tahan. Dan, saya begitu menikmatinya. Ketika rindu pada Ibu, saya akan menutaskannya dengan menghirup dalam-dalam aroma tempe goreng.

 "Setiap orang pasti mempunyai kenangan yang istimewa dalam kehidupannya. Dan setiap orang juga punya cara sendiri untuk memanggil kenangannya. Hal sederhana, namun bila dipahami dengan bijak, akan mampu menghadirkan sebuah pembelajaran yang luar biasa dalam kehidupan ini. Biarkan kerinduan akan kenangan itu pulang pada tempatnya. Biarkan aroma-aroma itu mengantarkan dan menuntaskan rindu-rindu yang menggelora." []

email : apikecil@yahoo.com, twiter : @apikecil, facebook: https://facebook/apikecilku


SILAKAN BERBAGI Rubrik "Noktah" mengupas pelbagai problem kemasyarakatan dari sudut pandang kemanusiaan (humaniora). Rubrik ini terbuka untuk umum. Silakan berbagi tulisan ke redaksi.sripari@gmail.com dengan subyek ”noktah”. Tetap berpikir merdeka!