» Website: https://www.sripari.com » Email: redaksi.sripari@gmail.com » Alamat: Redaksi Tuban: Jalan Raya Logawe nomor 359 Rengel 62371, CP/WA: 082231041229. Redaksi Surabaya: Jalan Kebonsari Raya nomor 26,CP/WA: 082333695757. » Telepon: .

■ Ipari

Banjir dan Amukan Tikus Bayangi Petani Tuban Gagal Panen
16 November 2016 | Ipari | Dibaca 1939 kali
PUSO: Salah satu sudut hamparan tanaman padi yang terendam banjir di Desa Karangtinoto.. Foto: SRIPARI.COM/M ZAINUDDIN
Ribuan hektar tanaman padi di Kabupaten Tuban dibayangi gagal panen akibat banjir yang terus meluas. Sementara tanaman padi yang tidak disasar banjir diprediksi mengalami nasib sama karena diserang tikus.

SRIPARI.COM, TUBAN-Sejumlah petani di Desa Simorejo, Kecamatan Widang, menyebut banjir kali ini meleset dari pranata mangsa atau ketentuan musim. Sebab, mayoritas petani di kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lamongan ini, memulai masa tanam medio Agustus sampai September lalu.

Berdasarkan ketentuan musim yang menjadi sugesti petani, masa tanam padi bulan itu sudah dapat dipanen bulan Desember. Sayangnya, prediksi berdasar ilmu titen memaparkan banjir baru akan datang, paling cepat pertengahan Desember, atau ketika semua tanaman padi sudah memasuki akhir panen.

“Namun kenyataannya pertengahan September kemarin banjir mendahului bertamu. Otomatis tanaman padi yang belum genap berumur 30 hari mati membusuk karena terendam banjir,” tutur Nawi disamping petani lainnya di Desa Simorejo saat ditemui, Rabu (16/11/2016) sore.

Menurut dia, banjir yang datang lebih awal dari biasanya dipicu intensitas hujan yang cukup tinggi sepanjang bulan September. Tapi memasuki bulan Oktober sepertinya hujan sudah mulai jarang turun. Hal ini membuat para petani melakukan taman ulang dengan harapan bisa menutup kerugian tanaman padi yang sebelumnya sudah mati.

Rupanya hal sama terulang lagi.Langit yang biasanya cerah mendadak mendung hampir setiap hari hanya selang seminggu, para petani melakukan tanam kedua.

“Kali ini kondisinya lebih parah. Belum 20 hari tanaman kami kembali mati membusuk karena tergenang banjir,” kata Nawi getir.

Dia memperkirakan, ratusan hektar tanaman padi mati muda karena serangan banjir.

Telusur lapangan pewarta sripari.com sepanjang sepekan terakhir, kondisi tak beda jauh juga terjadi di Kecamatan Plumpang, Rengel dan Soko. Luasan tanaman padi yang diperrkirakan berumur antara 20 sampai 40 hari juga terancam mati membusuk lantaran terendam banjir.

Di Kecamatan Soko kondisi paling parah terjadi di Desa Kenongosari dan sekitarnya seperti Losari dan Sandingrowo. Kasusnya juga karena genangan banjir. Baik dari luapan kali maupun Bengawan Solo.

Sementara di Kota Rengel, paling parah banjir menyerang lahan tanaman padi mulai Desa Sawahan, Ngadirejo, Bulurejo, Sumberjo, Rengel, Kanorejo, Tambakrejo serta Desa Karangtinoto.

“Saya pasrah sudah. Dua kali tanam, dua kali terendam banjir,” tutur Noyo petani yang menggarap sawah di Blok Ploso Desa Remgel.

Kata dia, banjir di seputaran sawah miliknya sangat spesifik. Karena berada di dataran rendah masa surut banjir butuh waktu lama. Kalau tidak ada hujan terus biasanya baru akan surut dua sampai tiga bulan. Namun jika hujan tak menentu seperti sekarang ini, paling tidak baru berani mulai tanam bulan Mei tahun depan.

Sedangkan Ketua Kelomok Tani Desa Karangtinoto, Al Munawar, menyatakan ancaman  puso atau gagal panen tidak hanya karena banjir. Serangan tikus yang terus meluas membuat petani digelayuti kegelisahan.

Dia mengatakan, tikus menyerang tanaman padi yang berada di luaar area banjir. Gropyokan hingga memasang jebakan dengan kawat yang dialiri setrum sudah dilakukan. Upaya ini belum menampakkan hasil nyata karena serangan tikus populasinya terus meningkat.

“Sudah dua tahun terkahir petani di sini terpuruk. Banjir dan tikus beriringan menyerang tanaman padi,” tuturnya.

Munawar mengungkapkan, luas tanaman padi yang terendam banjir di desanya mencapai hampir 100 hektar. Sama seperti desa lainnya, para petani di Desa Karangtinoto juga melakukan dua kali masa tanam sejak pertengahan Agustus lalu. Petani gagal total karena tanaman padinya mati akibat banjir.

Ketika ditanya berapa kerugian yang diderita petani, Munawar hanya menyebut untuk 1 hektar sawah butuh biaya antara Rp 2,5-3 juta sampai masa tanaman padi mati direndam banjir.

“Kalau 100 hektar berarti hitungan kasarnya Rp 3 juta kali dua kali tanam. Asumsinya, ya kurang lebih Rp 600 juta,” tandas petani yang akrab dipanggil Mbah Kaji ini. []

M ZAINUDDIN