» Website: https://www.sripari.com » Email: redaksi.sripari@gmail.com » Alamat: Redaksi Tuban: Jalan Raya Logawe nomor 359 Rengel 62371, CP/WA: 082231041229. Redaksi Surabaya: Jalan Kebonsari Raya nomor 26,CP/WA: 082333695757. » Telepon: .

■ Edukasi

Guru NU Harus Bisa Jadi Juru Bicara Ahlus Sunnah Wal Jamaah
02 November 2016 | Edukasi | Dibaca 1963 kali

MENTERI SOSIAL: Khofifah Indar Parawansa.

Ada beberapa perbedaan mendasar antara guru NU dan bukan. Salah satu tugas yang diemban guru NU harus bisa menjadi juru bicara ahlus sunnah wal jamaah (aswaja). Di manapun para guru NU, terutama dosen dalam mendidik, harus diyakinkan bahwa muridnya paham dan melaksanakan ajaran aswaja.

SRIPARI.COM, MOJOKERTO-Penegasan tersebut disampaikan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di depan ribuan guru saat mengikuti Kongres II Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) di Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Mojokerto, akhir pekan kemarin.

Pemilik zodiak taurus ini, mengatakan guru menjadi elemen penting NU karena kekuatan pesantren dan madrasah berada di pundak mereka. Terutama, dalam tugas menyiapkan anak didik dengan nilai-nilai pembelajaran dan pemahaman. Termasuk pemaknaan secara lebih implementatif dari aswaja itu sendiri.

"Entah itu guru biologi, matematika, fisika maupun olahraga di sekolah-sekolah NU, mereka tidak boleh tidak tahu apa itu aswaja," tandas Ketua Umum PP Muslimaat NU kelahiran Surabaya 19 Mei 1965 silam ini.

Jika para guru NU memahami itu, sambung Khofifah, maka ada konsep moderasi serta toleransi di dalamnya. Untuk Indonesia yang beragam dan heterogen, tentu tolerasi dan proses moderasi itu menjadi sangat penting karena akan membangun bagaimana sebenarnya NKRI lahir batin.

"Guru di lingkungan NU bisa membangun harmonisasi keseimbangan yang dinamis. Sedangkan untuk mempersambungkan hedrogenitas, keberagaman dan kebhinekaan itu, membutuhkan suasana yang harmoni," imbuh dia

Menurut Khofifah, sebagai pengajar yang penting materi disampaikan, selesai. Namu sebagai pendidik harus dipastikan setelah materi disampaikan muridnya harus paham. Setelah paham akan melaksanakan. Ini lah yang dibutuhkan bangsa Indonesia hari ini dan yang akan datang. Ada kebhinekaan, hederogenitas atau keberagaman.

"Pentingnya peran guru, btisa kita kilas balik bagai ketika Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak dibom pada tahun 1945. Hal pertama yang ditanyakan Kaisar Hirohito ketika itu adalah apakah masih ada guru yang hidup," katanya sembari berharap Kongres II Pergunu kali ini bisa memberikan referensi produktif bagi seluruhpeningkatan kualitas pendidikan serta guru di lingkungan NU. []

 

EKO SETYONO