» Website: https://www.sripari.com » Email: redaksi.sripari@gmail.com » Alamat: Redaksi Tuban: Jalan Raya Logawe nomor 359 Rengel 62371, CP/WA: 082231041229. Redaksi Surabaya: Jalan Kebonsari Raya nomor 26,CP/WA: 082333695757. » Telepon: .

■ Budaya

Liris/h: Potret Buram Semanggi Suroboyo Melawan Proses Zaman
11 November 2016 | Budaya | Dibaca 2146 kali
LIRIS: Mahasiswa Sendratasik Unesa Surabaya menari dalam sajian bertajuk Liris/h, di gedung pertunjukan Teater Luwes Institut Kesenian Jakarta, Selasa (08/11/2016) malam. Bawah: Nihayah. Foto: SRIPARI.COM/KUN BAEHAQI ALMAS
Pilihan berhenti atau mempertahankan keseimbangan agar tetap hidup bersama tempeh dan pecel semanggi, adalah penggalan potret perjuangan kehidupan gadis penjual kuliner lawas Kota Surabaya melawan proses dan hasil.

SRIPARI.COM, JAKARTA- Getir kehidupan di tengah sengkarut zaman dengan pelbagai problematika gadis penjual pecel semanggi,  menjadi salah satu sajian Indonesia Dance Festival yang diusung mahasiswa Sendratasik Unesa Surabaya bertajuk Liris/h, di gedung pertunjukan Teater Luwes Institut Kesenian Jakarta, Selasa (08/11/2016) malam.

“Liris/h ini mengangkat problematika gadis penjual pecel semanggi ke dalam sebuah koreografi,” tutur Nihayah, pencipta dan penata Liris/h, usai gelaran.

Didalam liris/h, dia berusaha mengeksplorasi perihal kontrol keseimbangan manusia, baik fisik maupun emosional. Ketertarikan Nihayah mengangkat potret kehidupan akar rumput ini, berawal dari sebuah pengamatan mengenai pedagang pecel semanggi, makanan khas Surabaya yang kesohor itu.

Mereka biasa menjajakan dagangannya dengan cara disunggi (diletakkan di atas kepala). Para pedagang pecel semanggi  saat ini semakin tersingkir seiring pergeseran gaya hidup masyarakat yang lebih memilih restoran, dibanding dengan pedagang keliling seperti mereka.

Para pedagang pecel semanggi yang rata rata adalah perempuan paruh baya itu pun harus berusaha mempertahakan tempeh di kepala mereka.

Potret para pedagang pecel semanggi kemuddian dihadirkan secara fisik dan emosional dalam Liris/h. Penari yang keseluruhan wanita dengan cover pedagang pecel semanggi dihadapkan pada tuntutan untuk terampil menyunggi serta menghadirkan emosi.

“Ketika keberadaan  para pedagang pecel semanggi  diusik oleh kaum-kaum modern. Banyak sekali polemik yang dirasakan. Mereka hanya punya pilihan berhenti atau mempertahankan keseimbangan agar tetap hidup bersama tempeh dan pecel semanggi,” papar dia.

Nihayah sendiri lahir di Ponorogo 22 mei 1994 silam. Ia belajar tari di Dapur Seni Probo Wengker, Ponorogo, sejak berusia dini. Kemudian mendalami tari di jurusan pendidikan Sendratasik, Universitas Negeri Surabaya sejak tahun 2012.

Hingga kini, Sengit (2013), Liris/h (2015), In Control (2016) adalah beberapa karya yang pernah digarapnya. Nihayah pernah menjadi duta penari Kabupaten Ponorogo 2010.

Selain itu, ia pernah menyabet beberapa penghargaan seperti 10 penyaji terbaik festival karya tari di Taman Krida Malang, sebagai penari “ Sanggalangit” di Kabupaten Ponorogo (2012) dan lima penyaji terbaik festival tari di Taman Krida Malang sebagai penari “Durasim” tahun 2013.  []

KUN BAEHAQI ALMAS